Naik Haji Pakai Kapal Layar selama 2 Tahun, Ini Sejarah Haji Pertama di Indonesia!

Naik Haji Pakai Kapal Layar selama 2 Tahun, Ini Sejarah Haji Pertama di Indonesia!

 
Gambar 1.1.Naik haji menggunakan kapal
Pergi haji merupakan impian setiap umat Islam. Bahkan, sejak zaman dahulu, antusias masyarakat untuk menunaikan ibadah haji sangat tinggi walaupun harga kebutuhan pokok naik dan sempat terjeda karena Perang Dunia.
 
Penasaran bagaimana sejarah perjalanan ibadah haji di zaman dahulu, termasuk di era kolonial Belanda? Sejak kapan gelar haji pertama mulai diberlakukan di Indonesia? Yuk kita kupas tuntas kisahnya, Sahabat Ventour!
Ibadah haji pertama kali diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s. pula yang dipercaya untuk membangun Ka’bah bersama putranya, Nabi Ismail, di Mekkah. Namun, siapakah pribumi atau orang Indonesia pertama yang melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci?
 
Sebenarnya tidak ada catatan pasti mengenai pribumi yang berhaji pertama kali, namun ada dua sumber yang menceritakan tentang kisah ibadah haji dan diyakini sampai saat ini. Sumber pertama, yaitu dalam naskah kuno “Purwaka Caruban Nagari” dan “Negara Kertabumi”, tercatat bahwa Bratalegawa menjadi orang pribumi pertama yang melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci.
 
Islam diperkirakan masuk ke wilayah Galuh (bagian barat Pulau Jawa) pada abad ke-13 atau sekitar tahun 1380. Lalu ajaran Islam dibawa dan disebarkan Bratalegawa yang merupakan anak dari Raja Galuh. Bratalegawa mendapat gelar sebagai Haji Purwa Galuh atau orang pertama dari Galuh yang melaksanakan ibadah haji.
 
Sementara dalam catatan sejarah lainnya, tepatnya pada era kolonialisme Belanda, Pangeran Abdul Dohhar, yang merupakan putra dari Sultan Ageng Tirtayasa, disebutkan menjadi orang Indonesia pertama yang melaksanakan ibadah haji.
 
Kala itu, ia pergi haji pada tahun 1630 menggunakan kapal layar dengan menuju Aceh. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan menumpang kapal dagang menuju India. Setelah dari India, barulah menaiki kapal ke Yaman. Jika beruntung, bisa mendapatkan kapal yang langsung ke Jeddah. Durasi perjalanan ibadah haji bisa mencapai dua tahun lamanya.
 
Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, memasuki abad ke-19, ibadah haji bisa dilaksanakan dengan kapal uap Belanda. Bahkan, saking banyaknya jamaah haji, pemerintah Belanda menyediakan kapal uap khusus yang mengangkut jamaah haji. Saat itu, perjalanan haji dengan kapal uap bisa ditempuh dalam waktu 6 bulan, dengan biaya sekitar 1000 gulden atau 70 juta rupiah saat ini.
 
Karena durasi perjalanan yang cukup lama, banyak jamaah haji yang terjangkit penyakit seperti cacar, beri-beri, dan bronkitis, bahkan ada yang sampai meninggal.
 
Sama halnya dengan yang terjadi saat ini, pada zaman dulu juga marak terjadi penipuan terhadap jamaah haji. Di era penjajahan Belanda, ternyata sudah ada biro-biro perjalanan, atau yang saat ini kita sebut dengan travel ya, Sahabat Ventour. Banyak biro perjalanan “nakal” yang memanfaatkan antusiasme jamaah haji dengan menaikkan tarif pelayaran dan memungut biaya tambahan di luar biaya haji.
 
Ada pula oknum yang sengaja menjual tiket pelayaran dengan harga sangat murah, namun di tengah perjalanan, mereka menelantarkan jamaah haji. Bahkan, jamaah haji Indonesia banyak yang ditelantarkan di Singapura dan tidak diberangkatkan ke Jeddah. Inilah asal-usul istilah “Haji Singapura”, yaitu jamaah korban penipuan yang ditelantarkan di Singapura.
 
Jika jamaah haji berhasil tiba di Jeddah, jamaah haji akan melalui imigrasi dan bea cukai, lalu melakukan registrasi di Konsulat Belanda di Arab Saudi.
 
Nah, jika saat ini Sahabat Ventour menempuh perjalanan dari Jeddah ke Mekkah menggunakan bus, dulu jamaah haji menempuh perjalanan tersebut dengan berjalan kaki atau naik unta. Agar tidak tersesat atau dirampok, mereka berjalan kaki secara bersama-sama.
 
Saat itu pun, kawasan Masjidil Haram belum semegah sekarang. Belum ada gedung pencakar langit dan masih berdiri tenda-tenda sederhana di sekeliling Ka’bah. Ibadah sa’i pun tidak dilakukan di dalam kawasan Masjidil Haram, melainkan di bagian luarnya. Banyak pedagang yang turut berjualan di sekitar kawasan Masjidil Haram.
 
Tidak seperti saat ini yang serba pasti penginapan dan makannya, dahulu setiap jamaah sibuk menyiapkan perbekalan masing-masing, mulai dari memasak, mencuci alat makan, hingga mencuci pakaian. Pada saat wukuf di Arafah pun, mereka mendirikan tenda-tenda sederhana, yang totalnya hingga 20.000 tenda.
 
Menjelang petang, jamaah haji beranjak ke Muzdalifah yang jaraknya sekitar 10 km dari Arafah. Selanjutnya, lempar jumrah akan dilakukan di Jamarat, Mina setelah bermalam (mabit) di Muzdalifah. Dulu, tempat melempar jumrah ini bercampur baru dengan pedagang dan penjual hewan ternak yang lalu lalang.
 
Lalu kapan gelar haji pertama kali disematkan pada orang yang berhaji?
 
Sebenarnya, gelar haji ini hanya diterapkan di Indonesia. Di luar negeri, gelar haji tidak diberlakukan. Gelar haji pertama kali diterapkan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1916.
 
Jika saat ini gelar haji merupakan gelar yang prestise dan diidam-idamkan setiap orang, dulu pemberian gelar haji ini dilatarbelakangi ketakutan dan kehawatiran Belanda terhadap paham Pan-Islamisme. Paham ini dianggap biang kerok kerusuhan, keributan, dan semangat melakukan perlawanan pada penjajah Belanda.
 
Saat di Tanah Suci, para jamaah haji berkenalan dengan paham Pan-Islamisme. Belanda khawatir paham tersebut diterapkan di Indonesia hingga melahirkan sejumlah perlawanan. Apalagi mereka yang telah haji dianggap sebagai orang suci dan didengarkan masyarakat umum.
 
Haji memang bisa dianggap sebagai momen khusus untuk melancarkan misi. Seperti halnya haji pertama setelah kemerdekaan Indonesia, yaitu pada tahun 1948, yang disebut dengan Misi Haji I Republik Indonesia. K.H. Mohammad Adnan yang bertugas sebagai Ketua Misi Haji I mengadakan kontak dengan Raja Arab Saudi, yaitu Ibnu Saud, untuk merundingkan agar mendapat pengakuan kemerdekaan Indonesia.
 
Itulah sejarah perjalanan ibadah haji, sejak keberangkatannya pertama kali oleh pribumi, di era kolonial, hingga pasca kemerdekaan.

 

Share :

Hati-Hati Penipuan! Ini Cara Cek Izin Travel Umroh Resmi Kementerian Agama!

Hati-Hati Penipuan! Ini Cara Cek Izin Travel Umroh Resmi Kementerian Agama!

 
Maraknya penipuan berkedok travel umroh akhir-akhir ini ditunjukkan dari banyaknya aduan mengenai kasus gagal berangkat, penelantaran jamaah, hingga deportasi jamaah. Bahkan, kasus penipuan ini berakibat pada hangusnya uang jamaah hingga ratusan miliar. Tak jarang ini disebabkan karena travel umroh belum memiliki izin resmi dari Kementerian Agama.
 
Pada bulan Juli lalu, 46 jamaah haji furoda asal Indonesia dikabarkan dideportasi karena travelnya ketahuan tidak memiliki izin resmi. Bahkan, 46 jamaah tersebut sempat terdampar di Jeddah, Arab Saudi sebelum dipulangkan paksa ke Indonesia.
 
Setelah informasi travelnya diselidiki, ternyata travel umroh tersebut tidak tercatat sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji (PPIH) dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) di Kementerian Agama. Travel ini juga diketahui menggunakan alamat palsu, sehingga kantornya tidak ditemukan. Artinya, travel ini tidak berizin alias ilegal.
 
Kasus penipuan travel haji dan umroh tak berizin ini disinyalir menyebabkan kerugian hingga 13 miliar karena haji furoda per jamaahnya dikenakan biaya Rp 200-300 juta.
 
Berdasarkan UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah No. 8 Tahun 2019, travel umroh dan haji yang tak berizin, namun nekat memberangkatkan jamaah bisa terjerat sanksi pidana maksimal 6 tahun dan denda hingga 6 miliar.
 
Terbukti pada tahun 2019, tiga travel umroh di Jawa Tengah dihentikan operasinya karena dinilai tak memiliki izin sebagai PPIU. Ada dua travel yang baru memiliki izin sebagai Biro Perjalanan Wisata dari Pemerintah Daerah dan satu travel lagi yang hanya memiliki akta notaris.

 

Sedangkan travel umroh yang tidak memiliki izin PPIU ini tidak diperbolehkan menerima pendaftaran dan memberangkatkan jemaah umrah, sehingga operasionalnya diberhentikan dan seluruh media promosinya dicabut.

Hal ini tentu membuat masyarakat menjadi lebih waspada dalam memilih travel umroh. Pastikan Sahabat Ventour hanya mempercayakan travel umroh resmi yang telah terdaftar di Kementerian Agama, ya!

Lantas bagaimana cara mengecek travel umroh resmi yang sudah terdaftar dan berizin dari Kementerian Agama?

Ternyata caranya mudah banget, Sahabat Ventour!

1. Cek Izin Travel Umroh Melalui Situs Kementerian Agama

 
Sahabat Ventour bisa mengunjungi situs simpug.kemenag.go.id.
 
Lalu ketik nama perusahaan travel umroh di kolom pencarian yang tersedia dan klik tombol “Cari PPIU”.
 
Jika travel umroh yang benar-benar terdaftar resmi di Kementerian Agama, maka akan muncul informasi secara detail. Mulai dari nama perusahaan, nomor SK (nomor izin PPIU), status akreditasi, nama direktur, serta kontak dan alamat lengkap kantornya.
Namun jika informasi yang dimaksud tidak muncul di situs Kemenag, maka dapat dipastikan travel umroh yang bersangkutan belum memiliki izin sebagai PPIU.
 
2. Cek Izin Travel Umroh Melalui Aplikasi “Umrah Cerdas”
 
Cara kedua untuk mengecek izin travel umroh yaitu melalui aplikasi “Umrah Cerdas” yang dapat Sahabat Ventour unduh di Play Store.
 
Pertama, buka aplikasinya, lalu ke menu “PPIU”. Kemudian ketik nama perusahaan travel umroh di kolom pencarian, yang nanti akan muncul informasi detail jika travel umroh tersebut terdaftar di Kementerian Agama.
Hanya dengan sekali klik dalam genggaman, Sahabat Ventour sudah bisa mengetahui apakah travel umroh sudah memiliki izin resmi di Kementerian Agama atau belum. Semoga informasi ini bisa bermanfaat bagi Sahabat Ventour yang ingin menjalankan umroh, agar dapat mengantisipasi kasus penipuan berkedok travel umroh.

 

Share :

Bisakah Mualaf yang KTP-nya Non Muslim Berangkat Umroh?

Bisakah Mualaf yang KTP-nya Non Muslim Berangkat Umroh?

Gambar 1.1 KTP mualaf
 
Menurut Imam Al-Thabari, mualaf adalah orang-orang yang pindah agama dan menyatakan masuk Islam,serta mereka yang dilembutkan hatinya agar keyakinannya terhadap Islam semakin kuat. Pada dasarnya, semua muslim berhak dan wajib untuk berangkat umroh (bagi yang mampu).
Namun, bagaimana dengan mualaf? Apakah mualaf yang KTP-nya masih non muslim boleh umroh? Apakah memiliki KTP muslim merupakan syarat sah umroh di tahun 2022?
 
Seseorang dinyatakan sebagai muslim jika telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Seperti yang tercantum dalam hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim:
 
Ajaklah mereka untuk bersyahadat ‘Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.’” (H.R. Bukhari dan Muslim)
 
Secara hakikat, jika Sahabat Ventour telah mengucapkan dua kalimat syahadat ini serta memenuhi syarat sebagai mualaf (seperti berkhitan bagi laki-laki, mandi wajib, dan memahami rukun Islam), secara keagamaan, Sahabat Ventour telah resmi menjadi muslim dan bisa menjalankan ibadah selayaknya seorang muslim, termasuk umroh.
 
Secara status kependudukan, jika Sahabat Ventour belum mengganti keterangan agama dalam KTP, maka tetap diperbolehkan untuk umroh. Meski KTP digunakan sebagai syarat administratif dalam pembuatan paspor, di dalam paspor pun tidak diperlukan keterangan agama.
 
Pada dasarnya hukum Islam tidak memberatkan umatnya, begitu pula dalam proses menjadi mualaf.
 
Apalagi dengan menjadi mualaf, akan mendapatkan keistimewaan dari Allah Swt. seperti:
    • Mendapat Pahala dan Dihapus Dosa-Dosanya
Jika seorang hamba memeluk Islam, lalu Islamnya baik, Allah menulis semua kebaikan yang pernah dia lakukan, dan dihapus darinya semua keburukan yang pernah dia lakukan. Kemudian setelah itu ada qishash (balasan yang adil), yaitu satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat sampai 700 kali lipat. Adapun satu keburukan dibalas dengan sama, kecuali Allah mengampuninya.” (H.R. Nasai)
 
    • Dilimpahkan Rezeki
Sungguh telah beruntung orang yang memeluk Islam dan dia diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikannya qana’ah (ridha; menerima) dengan apa yang Dia berikan kepadanya.” (H.R. Muslim, Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Majah)

 

Share