Tragedi Crane Runtuh di Depan Ka’bah Tewaskan Ratusan Orang, Apa Penyebabnya?
Tepat 11 September 2015, terjadi tragedi yang tak pernah terlupakan di kompleks Masjidil Haram. Sebuah crane (derek) setinggi 200 m dengan berat 1100 ton ambruk menimpa atap Masjidil Haram dan menewaskan 112 orang. Sedangkan 394 orang lainnya mengalami luka-luka, sebanyak 42 orang diantaranya adalah Warga Negara Indonesia.
Berdasarkan pernyataan dari Menteri Informasi dan Kebudayaan Arab Saudi, pada waktu itu, konstruksi sedang berlangsung untuk memperluas kompleks Masjidil Haram, terutama di area lapangan sekitar masjid dan mataf (area tawaf). Pembangunan ini ditargetkan selesai pada tahun 2020 agar mampu menampung 1.85 juta jamaah.
Proyek yang dimulai awal tahun ini menyebabkan kuota haji Indonesia pada 2015 berkurang sebanyak 20%. Dari semula 210.000 jamaah menjadi 168.800 jamaah, terdiri atas 155.200 kuota haji reguler dan 13.600 kuota haji khusus.
Namun insiden runtuhnya crane ini menelan banyak korban jiwa, dan merupakan insiden crane paling mematikan sejak tahun 2008 di mana terjadi runtuhnya crane di New York City, yang menewaskan tujuh orang.
Dilansir dari Voice of America, seorang teknisi di Masjidil Haram, Mohammed Tahir, mengungkapkan bahwa insiden tersebut terjadi pada pukul 4 sore saat hujan lebat dan badai angin. Ahli meteorologi CNN juga memberitakan, suhu kala itu turun drastis dari 42 hingga 25 derajat Celcius. Angin kencang menyebabkan satu menara crane menjadi tidak seimbang dan akhirnya jatuh menimpa kompleks Masjidil Haram.
Seorang reporter CNN, Yahya Al-Hashemi, yang merekam video jatuhnya crane juga memberi kesaksian, “Saat itu, kami hendak wudhu dan bersiap ke Masjidil Haram untuk melakukan shalat Maghrib. Cuaca di Mekah memang buruk. Sebelumnya badai pasir melanda Mekah, yang lalu mendadak berubah menjadi hujan badai”.
Beberapa puing atau bagian dari crane spontan runtuh dan menimpa jamaah. Terjadi kepanikan dan jamaah menghambur lari dari lokasi kejadian. Insiden runtuhnya crane di kompleks Masjidil Haram ini diperkirakan menelan kerugian hingga 100 Miliar Riyal atau sekitar Rp 354 Triliun.
Proyek konstruksi perluasan kompleks Masjidil Haram ini dibangun oleh Bin Laden Group, yaitu salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Arab Saudi dan sudah berdiri sejak 91 tahun lalu. Mengutip dari Saudi Press Agency, Bin Laden Group dinilai tidak kompeten dan tidak mematuhi peraturan keselamatan kerja yang berlaku, sehingga insiden kejatuhan crane bisa terjadi.
Perusahaan konstruksi milik keluarga mendiang Osama bin Laden itu sempat dilarang melakukan kontrak pekerjaan baru dan beberapa pejabat eksekutifnya dikenai larangan bepergian dari Arab Saudi. Ada 13 orang terdakwa yang diadili, termasuk sejumlah arsitek dan dua pejabat pemerintah di Mekah.
Atas insiden ini, Raja Salman memberikan biaya kompensasi senilai 1 juta Riyal atau Rp 3.8 Miliar kepada keluarga korban jiwa dan senilai 500 ribu Riyal atau Rp 1.9 Miliar untuk keluarga korban dengan luka serius.
Namun, dilansir dari Kompas, Pengadilan Kriminal Arab Saudi membebaskan para terdakwa dari hukuman setelah dilakukan investigasi mendalam oleh para ahli. Majelis hakim memutuskan kecelakaan jatuhnya crane bukanlah akibat kelalaian perusahaan, namun murni kecelakaan karena faktor alam.
Sejak awal, crane berada dalam posisi tegak, benar, dan aman. Semua tindakan pencegahan kecelakaan telah dilakukan. Tidak ada kesalahan yang dilakukan para terdakwa dari Bin Laden Group.
Pengadilan Kriminal Arab Saudi juga mencatat, bahwa Badan Meteorologi dan Perlindungan Lingkungan telah mengeluarkan buletin tentang kondisi cuaca pada hari kecelakaan dan sehari sebelumnya. Peringatan tersebut menunjukkan kecepatan angin di Laut Merah berkisar antara satu hingga 38 km.jam dan adanya kemungkinan terjadinya badai.
Dengan keputusan ini, para terdakwa dibebaskan dan Bin Laden Group tidak wajib membayar kompensasi kepada korban insiden crane. Namun, pemerintah Arab Saudi tetap menjatuhkan sanksi kepada perusahaan Bin Laden Group.
Share :