Keajaiban di Tanah Suci: Kisah Tukang Sol yang Dapat Pahala Haji Mabrur Walau Gagal Berangkat

Keajaiban di Tanah Suci: Kisah Tukang Sol yang Dapat Pahala Haji Mabrur Walau Gagal Berangkat

Gambar 1.1. Jamaah menunaikan ibadah umroh dengan mengelilingi Ka’bah di Masjidil Haram
Berbagai keajaiban di luar nalar seringkali dijumpai para jamaah umroh maupun haji saat berada di Tanah Suci. Keajaiban-keajaiban ini terjadi karena banyak yang percaya seluruh amal perbuatan kita akan langsung dibalas di Tanah Suci. Ulama terkenal di Mekah bernama Abu Abdurrahman Abdullah bin Mubarak Al-Hanzhali Al-Marwazi menceritakan pengalamannya tentang ini.
 
Setelah Abdullah bin Mubarak menjalani ritual ibadah haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit dan ia mendengar percakapan keduanya.
“Berapa orang yang datang tahun ini untuk berhaji?” tanya salah satu malaikat kepada malaikat lainnya.
 
“Enam ratus ribu jamaah,” jawab malaikat yang ditanya.
 
Malaikat satunya kembali bertanya. “Berapa banyak dari mereka yang diterima ibadah hajinya?”
 
Malaikat satunya kembali bertanya. “Berapa banyak dari mereka yang diterima ibadah hajinya?”
 
“Berapa orang yang datang tahun ini untuk berhaji?” tanya salah satu malaikat kepada malaikat lainnya.
 
“Enam ratus ribu jamaah,” jawab malaikat yang ditanya.
 
Malaikat satunya kembali bertanya. “Berapa banyak dari mereka yang diterima ibadah hajinya?”
 
“Tidak ada satu pun yang hajinya diterima.”
 
Jawaban malaikat itu membuat tangis Abdullah bin Mubarak seketika pecah. “Benarkah demikian? Semua orang telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, namun semua usaha mereka sia-sia?” pikirnya.
 
Masih gemetar, ia melanjutkan mendengar percakapan kedua malaikat itu.
 
“Namun ada seseorang yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni.”
 
“Kenapa bisa begitu?” tanya malaikat satunya.
 
“Itu kehendak Allah.”
 
“Siapa orang tersebut?”
 
“Ali bin Al Muwaffaq, tukang sol sepatu di Kota Damaskus.”
 
Mendengar ucapan malaikat tersebut, Abdullah bin Mubarak pun langsung terbangun dari tidurnya. Sepulang haji, ia tak langsung pulang menuju rumah, tetapi langsung menuju kota Damaskus, Suriah. Hatinya terus bergetar dan bertanya-tanya, seperti apakah sosok tukang sol sepatu yang dibicarakan malaikat di dalam mimpinya.
 
Sesampainya disana, ia langsung mencari sang tukang sol sepatu yang disebut malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ia tanyakan, apakah ada tukang sol sepatu yang bernama Ali bin Al-Muwaffaq.
 
“Ada, di tepi kota,” jawab salah seorang tukang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya.
 
Setibanya Abdullah bin Mubarak di tepi kota yang ditunjukkan, ia menemui seorang tukang sol sepatu yang berpakaian amat lusuh, “Benarkah kau yang bernama Ali bin Al Muwaffaq?” tanyanya.
 
“Betul, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?”
 
Lalu Abdullah bin Mubarak menceritakan mimpinya. Ia juga menanyakan apakah tukang sol tersebut sudah pernah haji. Ternyata jawabannya belum, persis seperti mimpi yang dialaminya. “Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah kau perbuat, sehingga kau berhak mendapatkan pahala haji mabrur, padahal kau tidak berangkat haji.”.
 
“Wah, saya sendiri tidak tahu, Tuan.”
 
“Coba ceritakan bagaimana kehidupan kau selama ini.”
 
Ali bin Al-Muwaffaq pun bercerita, “Sejak puluhan tahun yang lalu, setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan, hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham. Uang itu cukup untuk saya berhaji, saya sudah siap berhaji.”
 
“Lalu mengapa kau tidak berangkat haji?” tanya Abdullah bin Mubarak heran.
 
“Ketika itu, istri saya hamil dan mengidam. Waktu saya hendak berangkat haji, saat itu istri saya ngidam berat.”
 
“Suamiku, apakah engkau mencium aroma masakan yang nikmat ini?” tanya sang istri.
 
“Iya, aku mencium aroma masakannya.”
 
“Cobalah kau cari, siapakah yang masak sehingga aromanya begitu nikmat. Mintalah sedikit untukku,” pinta sang istri.
 
“Kemudian saya pun mencari sumber aroma masakan itu. Ternyata aromanya berasal dari gubuk yang hampir runtuh. Di sana tinggallah seorang janda dan enam anaknya. Saya mengatakan kepadanya bahwa istri saya ingin meminta masakan yang ia masak, meskipun hanya sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya,” ungkap Ali bin Al-Muwaffaq.
 
Akhirnya dengan perlahan, janda tersebut menjawab, “Tidak boleh, Tuan.”
 
“Dijual berapapun akan saya beli.”
 
“Makanan itu tidak dijual, Tuan,” katanya sambil berlinang air mata.
 
“Kenapa?”
 
Sambil menangis, janda itu menjawab, “Daging ini halal untuk kami dan haram untuk Tuan.”
 
Dalam hati, Ali bin Al-Muwaffaq bertanya-tanya, “Bagaimana mungkin ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim?” Karena itu saya mendesaknya lagi, “Kenapa?”
 
“Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah sama sekali tak ada makanan,” jawab janda tua itu sambil terisak. “Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk kami masak, dan kami makan.”
 
Mendengar ucapan tersebut, Ali bin Al-Muwaffaq menangis, kemudian kembali pulang ke rumahnya. Ia menceritakan perihal kejadian itu pada istrinya. Istrinya pun ikut menangis. Hingga akhirnya, Ali bin Al-Muwaffaq beserta istrinya memasak makanan sendiri dan mendatangi rumah janda tua tersebut.
 
“Ini kami bawakan masakan untukmu.”
 
Selain memberikan masakan, ternyata Ali bin Muwaffaq juga memberikan uang tabungan hajinya sebesar 350 dirham pada janda tua dan anak-anaknya itu. “Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakanlah untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi.”
 
Mendengar cerita tersebut, Abdullah bin Mubarak pun tak bisa menahan air matanya. Ternyata inilah amalan yang dilakukan oleh tukang sol bernama Ali bin Al-Muwaffaq, sehingga Allah menerima amalan hajinya meskipun dirinya tidak berkesempatan menunaikan ibadah haji.
 
Masya Allah, kejadian seperti ini memang di luar nalar manusia, namun sangat mungkin jika Allah berkehendak. Sebab, jika Sahabat Ventour sudah berniat untuk haji, namun takdir berkata lain karena Sahabat Ventour membantu saudara lain yang lebih membutuhkan, insya Allah pahala hajinya telah terhitung.
 
Seperti yang tercantum dalam hadits:
 
Sesungguhnya Allah mencatat berbagai keburukan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barang siapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad, lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (H.R. Bukhari & Muslim)
 
Maka dari itu, sekali pun hanya berniat, janganlah Sahabat Ventour ragu-ragu. Bertekadlah dalam hati jika kondisi kita mampu, ingin berhaji sesegera mungkin. Allah pasti akan mudahkan prosesnya dan catat niat itu sebagai pahala kebaikan. Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published.