Sejarah Kelam Ka’bah Diterjang Banjir Besar, Apa Penyebabnya?

Sejarah Kelam Ka’bah Diterjang Banjir Besar, Apa Penyebabnya?

Pada 24 November 2022, tercatat banjir bandang di Kota Jeddah hingga menewaskan dua orang. Ternyata banjir bukan hanya pernah terjadi di Mekah, tapi juga pernah merendam Ka’bah di Masjidil Haram. Padahal Arab Saudi adalah daerah yang tandus dan kering, namun kenapa bisa dilanda banjir parah? Apa penyebabnya?

Yuk simak ulasannya berikut, Sahabat!

Banjir yang merendam Ka’bah pada tahun 1941
Gambar: Banjir yang merendam Ka’bah pada tahun 1941

Sejarah Banjir Menerjang Ka’bah

Sebelum diangkat menjadi nabi, banjir besar pernah melanda Ka’bah saat Nabi Muhammad berusia 35 tahun. Banjir menyebabkan dinding Ka’bah retak. Kaum Quraisy khawatir sewaktu-waktu Ka’bah bisa roboh, sehingga Ka’bah harus segera direnovasi.

Maka Ka’bah yang semula tingginya 4.5 meter dirobohkan dan diganti bangunan baru yang lebih tinggi yaitu sekitar 11 meter. Pintu Ka’bah ditinggikan dua meter agar tidak mudah dimasuki, kecuali oleh orang-orang tertentu. Pintu Ka’bah yang tadinya dua, lalu satunya ditutup hingga tersisa satu saja.

Baca Juga: Tragedi Duka Terbesar di Terowongan Mina, Ribuan Jemaah Haji Tewas!

Namun, ketika akan meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempat semula, terjadi perselisihan. Masing-masing suku mengklaim lebih berhak untuk meletakkan Hajar Aswad. Untunglah ada usul seorang kepala Bani Makhzum, yaitu Abu Umayah ibnul Mughirah al-Makhzumi, untuk mengatasi perselisihan itu.

Abu Umayah mengusulkan, yang berhak meletakkan Hajar Aswad adalah orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram. Ternyata yang pertama memasuki masjid adalah Nabi Muhammad. Keempat suku tersebut akhirnya setuju jika Nabi Muhammad-lah yang meletakkan Hajar Aswad, karena mereka percaya Nabi Muhammad merupakan sosok yang terpercaya.

Ilustrasi peletakkan Hajar Aswad oleh keempat perwakilan suku di Mekah
Gambar: Ilustrasi peletakkan Hajar Aswad oleh keempat perwakilan suku di Mekah

Namun, Nabi Muhammad meminta dibentangkan sehelai kain. Lalu Hajar Aswad diletakkan di atas kain tersebut. Nabi Muhammad meminta perwakilan keempat suku untuk mengangkat masing-masing ujung kain dan meletakkan Hajar Aswad secara bersama-sama. Masya Allah ya, Sahabat! Inilah sikap kebijaksanaan dan keadilan Baginda Nabi Muhammad Saw.

Tragedi pada Masa Kekhalifahan Umar

Setelah direnovasi, ternyata banjir kembali menerjang Ka’bah saat masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Kabah kembali rusak karena komposisi Ka’bah masih berupa batu-batuan yang direkatkan oleh tanah dan lumpur. Untuk mencegah banjir yang lebih parah, Khalifah Umar bin Khattab membangun bendungan di sebagian lembah yang rawan banjir, seperti Lembah Fathimah.

Tragedi pada Masa Turki Utsmani

Namun pada masa kesultanan Turki Utsmani tahun 1630, terjadi hujan deras yang dimulai dari jam dua pagi dan bertambah dahsyat derasnya waktu Zuhur dan Asar, hingga menyebabkan banjir besar di Kota Mekah.

Banjir memasuki area Masjidil Haram hingga airnya mencapai pengikat lampur di Ka’bah. Ka’bah sisi dinding Syami roboh total, sebagian dinding sebelah Timur dan Barat pun ikut roboh. Diperkirakan korban yang meninggal akibat musibah banjir ini sebanyak 500-1000 orang. Akhirnya Ka’bah pun kembali direnovasi.

Baca Juga: Asal-Usul Gelar Haji, Ternyata Taktik Licik & Warisan Belanda!

Tragedi Banjir Ka’bah Tahun 1941

Setelah itu, banjir tidak terjadi lagi hingga tahun 1941. Tahun itu merupakan masa terburuk karena banjir merendam Ka’bah hingga ketinggian hampir setengah bangunan. Banjir ini disebabkan hujan deras yang mengguyur kota Mekah selama sepekan penuh. Air pun meluap dan membuat aktivitas di Mekah lumpuh total.

Pada musibah banjir tahun 1941 inilah, beredar sebuah foto seorang anak muda yang berenang mengelilingi Ka’bah untuk tawaf. Ternyata sosok tersebut adalah Syekh Ali Ahmad al-Iwadhi saat muda, yaitu apoteker terkemuka dari Bahrain.

Syekh Ali Ahmad al-Iwadhi saat muda yang melakukan tawaf dengan cara berenang
Gambar: Syekh Ali Ahmad al-Iwadhi saat muda yang melakukan tawaf dengan cara berenang

Ka’bah yang terendam banjir tak mematikan semangatnya untuk beribadah, termasuk melakukan tawaf. Ia bersama saudara dan satu temannya berenang mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran.

Tawaf di kala banjir yang dilakukan Syekh Ali Ahmad ini bukan yang pertama kalinya. Salah satu sahabat nabi yang dikenal sebagai sosok yang taat, yaitu Abdullah bin Zubair, ternyata pernah tawaf sambil berenang, karena waktu itu Ka’bah dilanda banjir.

Banyak kesaksian para tokoh yang mengatakan, “Sesulit apapun kondisi untuk beribadah, Abdullah bin Zubair selalu tetap melaksanakannya. Ka’bah pernah direndam banjir, namun ia tetap melakukan tawaf dengan cara berenang.”

Untuk mengurangi risiko banjir yang semakin parah, pemerintah Arab Saudi melakukan renovasi drainase di sekitar Masjidil Haram. Hasilnya, hujan deras sempat menerjang Mekah, terutama pada musim dingin, namun tidak menimbulkan luapan air di kawasan Masjidil Haram.

Baca Juga: Le Meridien Tower: Hotel Bintang 5 Paling Favorit di Mekah!

Penyebab Banjir di Mekah

Penyebab banjir di Mekah ini bukan hanya dari curah hujan yang tinggi, tapi juga karena letak geografis, struktur tanah, dan sistem drainase di Kota Mekah. Mekah berada di antara bukit dan termasuk dataran rendah yang letaknya di dalam cekungan. Struktur tanah Kota Mekah yang terdiri dari pasir dan batu-batuan juga mengakibatkan air sulit terserap.

Sangat jarang ditemukan drainase atau saluran air yang ada di Kota Mekah dan sekitarnya, sehingga mudah banjir meskipun hanya hujan sebentar. Warga Kota Mekah juga sempat mengeluhkan infrastruktur yang buruk sebagai penyebab terjadinya banjir di Jeddah tahun 2022.

Hujan deras yang terjadi di kawasan Masjidil Haram
Gambar: Hujan deras yang terjadi di kawasan Masjidil Haram

Banjir ini juga bisa disebabkan karena Arab Saudi tidak memiliki sungai yang mengalirkan air langsung ke laut. Hanya ada oase-oase dimana Arab Saudi bisa memenuhi kebutuhan air penduduknya, selain dari desalinasi air laut.

Dari musibah ini, Sahabat bisa mengambil hikmah dan pelajaran, bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi. Allah mengajarkan kita bagaimana untuk bersikap menjaga rumah suci-Nya. Daripada menghujat takdir, setiap kali terjadi hujan, alangkah baiknya kita memohonkan doa, seperti yang dilakukan Nabi Muhammad saat hujan:

اَللَّهُمَّ صَيِّبًا هَنِيًّا وَسَيِّبًا نَافِعًا

“Ya Allah, jadikan ini hujan hujan yang membawa manfaat.” (H.R. Bukhari)

Itulah sejarah musibah banjir yang pernah terjadi di Ka’bah. Semoga Sahabat dapat mengambil hikmah dan lebih lapang dada dalam menghadapi apapun takdir Allah, termasuk nikmat hujan saat beribadah di Tanah Suci.