Sudah Mampu Pergi Haji, Tapi Kok Ditunda? Apa Hukumnya?

Haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang menjadi kewajiban bagi setiap Muslim yang diberi kemampuan, setidaknya sekali seumur hidup.

menunda ibadah haji
Gambar 1 : Hukum Menunda Ibadah Haji

Sahabat, kewajiban ini memiliki dasar yang kuat, lho! Allah SWT telah memerintahkannya melalui Al-Qur’an, dan Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya menunaikan ibadah ini dalam hadits-hadits beliau.

Kewajiban Haji dalam Al-Qur’an dan Hadits

Dalam Al-Qur’an, Allah wa jalla berfirman:

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ ۝٩

“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari seluruh alam” (Ali Imran [3]: 97).

Kemudian Rasulullah SAW pun mengingatkan kita akan betapa pentingnya ibadah ini melalui sabda-sabdanya yang terdapat dalam berbagai hadits dan salah satunya

Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kalian untuk menunaikan haji. Maka tunaikanlah haji.” (HR Muslim, al-Nasai, dan Ahmad)

Sahabat, dari ayat dan hadits di atas, kita bisa memahami bahwa ibadah haji adalah sebuah kewajiban yang harus segera ditunaikan bagi siapa saja yang telah memenuhi syarat. Syarat utamanya adalah kemampuan, baik dari segi fisik maupun finansial.

Baca Juga : Apakah Wajib Gundul Saat Haji Dan Umroh? Simak Penjelasanya!

Para ulama pun sepakat bahwa kemampuan ini mencakup tersedianya biaya yang cukup untuk perjalanan, kondisi kesehatan yang baik, serta terjaminnya keamanan selama perjalanan menuju Tanah Suci.

Namun, meski kewajiban ini begitu jelas, banyak di antara kita yang sudah mampu justru memilih untuk menunda pelaksanaannya. Nah, kira-kira, bagaimana ya pandangan agama mengenai hal ini?

Jangan Abaikan Undangan Allah untuk Berhaji

Rasulullah SAW mengingatkan kita tentang pentingnya melaksanakan ibadah haji bagi yang sudah mampu.

jangan menunda haji
Gambar 2 : Larangan Menunda Ibadah Haji Apabila Sudah Mampu

Menunda keberangkatan, padahal memiliki kemampuan, bisa membuat kita kehilangan banyak keberkahan. Hal ini tersampaikan dalam sebuah hadits:

إِنَّ الله , عَزَّ وَجَلَّ , يَقُولُ : إِنَّ عَبْدًا أَصْحَحْتُ لَهُ جِسْمَهُ ، وَأَوْسَعْتُ عَلَيْهِ فِي الْمَعِيشَةِ تَمْضِي عَلَيْهِ خَمْسَةُ أَعْوَامٍ لاَ يَفِدُ إِلَيَ لَمَحْرُومٌ.

“Sesungguhnya Allah Azaa wa jalla berfirman, “Sesungguhnya seorang hamba telah Aku sehatkan badannya, Aku luaskan rezekinya, tetapi berlalu dari lima tahun dan dia tidak menghandiri undangan-Ku (naik haji, karena yang berhaji disebut tamu Allah), maka sungguh dia orang yang benar-benar terhalangi (dari kebaikan)”. (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 1662).

Sahabat, menunda melaksanakan haji tanpa alasan yang jelas adalah sebuah risiko besar. Dalam hadits-hadits Nabi Muhammad SAW, ada peringatan yang menyebutkan bahwa orang seperti itu bisa saja meninggal dalam keadaan menyerupai Yahudi atau Nasrani. Betapa ruginya, bukan?

Baca Juga : Ingin Naik Haji? Inilah Panduan Lengkap Haji Tamattu

Allah SWT sebenarnya sudah memberikan kita segala yang dibutuhkan untuk menunaikan haji. Namun, bagi mereka yang terus menunda tanpa alasan, ini bisa menjadi tanda bahwa mereka terhalang dari meraih kebaikan yang besar. Bahkan, Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu pernah mengatakan bahwa seseorang yang mampu berhaji tetapi tidak melaksanakannya bisa dianggap seperti bukan bagian dari umat Muslim.

Langsung Berangkat atau Bisa Ditunda?

Terkait dengan pertanyaan apakah ibadah haji harus segera dilakukan atau boleh ditunda, ternyata ada beragam pandangan dari para ulama, sahabat. Sebagian ulama, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, berpendapat bahwa jika sahabat sudah mampu, maka haji sebaiknya dilaksanakan tanpa menunda. Mereka berpegang pada pentingnya segera menunaikan kewajiban ini, mengingat adanya kemungkinan halangan di masa depan, seperti sakit, kehilangan harta, atau tanggung jawab lain yang mendesak.

Gambar 3 : Beberapa Ulama Berpendapat

Namun, ulama Mazhab Syafi’i memberikan pandangan yang lebih fleksibel. Mereka membolehkan sahabat untuk menunda pelaksanaan haji meski sudah mampu, karena Rasulullah SAW sendiri menunda hajinya selama beberapa tahun setelah kewajiban itu turun. Meski begitu, fatwa MUI menekankan bahwa jika sahabat sudah mampu, sangat dianjurkan untuk segera mendaftar haji agar tidak tertunda lebih lama.

Ada juga kondisi tertentu yang membuat menunda haji menjadi tidak diperbolehkan, sahabat. Menurut fatwa MUI, menunda haji menjadi haram jika sahabat sudah berusia di atas 60 tahun, khawatir kehilangan biaya, atau memiliki kewajiban mengganti haji yang batal sebelumnya. Dalam situasi seperti ini, kewajiban haji harus segera dilaksanakan.

Baca Juga : Panduan Badal Haji: Dalil, Hukum, dan Syarat Penting!

Bagi sahabat yang mampu tetapi terus menunda hingga meninggal dunia, kewajiban hajinya harus digantikan oleh orang lain (badal haji). Namun, jika sahabat sudah mendaftar haji tetapi belum sempat berangkat dan kemudian wafat, sahabat tetap mendapatkan pahala haji dan juga harus dibadal hajikan.

Viral Waria Pakai Hijab Saat Umroh, Apa Hukumnya dalam islam?

Belakangan ini media sosial ramai membicarakan tentang seorang waria yang mengenakan hijab saat melaksanakan ibadah umroh di tanah suci. Aksinya yang diunggah di akun Instagram pribadinya ini sangat menarik banyak perhatian dan memicu berbagai tanggapan dari warganet, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Gambar 1 : Waria Pakai Hijab Saat Umroh Memicu Tanggapan Berbagai Warganet

Tindakan selebgram tersebut menuai banyak perhatian hingga disebut sebagai bentuk penistaan terhadap agama. Hal ini karena yang bersangkutan sejak lahir adalah seorang laki-laki dan seharusnya tetap diwajibkan berpakaian sesuai jenis kelamin aslinya saat menjalankan ibadah umroh, meskipun ia telah menjalani operasi transgender.

Bagaimana hukum dalam Islam menyikapi seseorang yang telah menjalani operasi transgender atau waria dalam menjalankan ibadah terutama ibadah umroh?

Hukum dalam Islam Waria Menggunakan Hijab Saat Umroh

Dilansir dari DetikHikmah, Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Sulawesi Selatan, DR KH Syamsul Bahri Abd Hamid, ada aturan dalam Islam tentang cara seorang muslim menampilkan dirinya. Dilihat dari Laman MUI Beliau menjelaskan “Jika ia seorang laki-laki maka harus berpenampilan ke kodratnya sebagai seorang lelaki,” Selasa (19/11/2024).

Beliau juga menguraikan tentang tiga istilah dalam Islam yang berkaitan dengan hal ini, yaitu khuntsa, mukhannats, dan mutarajjilah. Mukhannats adalah laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan, meskipun fisiknya tetap seperti laki-laki. Di sisi lain, mutarajjilah adalah perempuan yang menyerupai laki-laki, meskipun fisiknya masih perempuan asli. Adapun khuntsa adalah seseorang yang memiliki dua alat kelamin sejak lahir. Biasanya, kasus khuntsa membutuhkan penanganan medis untuk menentukan kecenderungannya, apakah sebagai laki-laki atau perempuan.

Baca Juga : Hukum Minum Obat Penunda Haid Untuk Umroh

Dari ketiga istilah tersebut, mukhannats dan mutarajjilah termasuk perbuatan yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Nabi Muhammad SAW sendiri telah memberikan peringatan terkait hal ini, menunjukkan pentingnya seorang muslim menghormati kodrat yang telah diberikan oleh Allah SWT.

“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Ahmad)

Berdasarkan hadits yang disampaikan, KH Syamsul Bahri menyampaikan pendapatnya mengenai perbuatan yang dilakukan oleh selebgram tersebut. Beliau menyebutkan bahwa tindakan tersebut termasuk dalam kategori mukhannats, yang artinya seseorang yang merupakan lelaki, tetapi berperilaku seperti perempuan.

Baca Juga : Hukum Cicilan Umroh Agar Cepat Berangkat Umroh

Menjaga Kesucian Ibadah Umrah Sesuai Syariat Islam

Ventour Travel, sebagai penyelenggara perjalanan ibadah, selalu mengedepankan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat Islam dalam setiap pelaksanaan ibadah umroh atau haji. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan ketentuan biologis masing-masing individu.

Gambar 2 : Ibadah Umroh Harus Sesuai dengan Syariat Islam

Dalam hal ini mengacu pada hadits yang jelas menyatakan bahwa ibadah yang memiliki kewajiban tertentu, seperti umroh, tidak bisa dilakukan oleh seorang pria dengan cara yang serupa dengan perempuan.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ»

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991]

Hadits ini mengingatkan kita bahwa perbedaan gender yang telah ditetapkan oleh Allah harus dihormati, terutama dalam pelaksanaan ibadah, seperti umrah, yang sangat sakral.

Baca Juga : Ini Kiat-Kiat Memilih Travel Umroh Terpercaya, Awas Salah Pilih!

Oleh karena itu, Ventour Travel selalu memastikan bahwa setiap perjalanan ibadah yang telah Ventour fasilitasi mematuhi prinsip-prinsip ini, guna menjaga kesucian ibadah jemaah Ventour, serta menghindari hal-hal yang dilarang ajaran agama.

Gambar 3 : Ventour Travel Selalu Mengikuti Syariat Islam dan Peraturan Hukum Negara

Ventour Travel senantiasa berkomitmen untuk memastikan setiap perjalanan ibadah jemaah berjalan sesuai dengan syariat Islam dan ketentuan yang berlaku. Ventour percaya bahwa menjaga kesucian ibadah adalah tanggung jawab bersama, dan Ventour akan terus berusaha memberikan layanan yang terbaik, sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang benar.