Mandi ihram adalah salah satu amalan sunnah yang disarankan sebelum memulai ibadah haji atau umrah, ada niat khusus yang dianjurkan untuk dibaca oleh jamaah. Dengan membaca niat ini, kita seakan mempertegas niat untuk menghadap Allah dan melaksanakan ibadah dengan hati yang bersih. Mandi ihram bukan hanya membersihkan jasmani, tetapi juga sebagai langkah awal menyucikan hati.
Ihram sendiri merupakan sebuah niat yang sahabat tetapkan ketika memulai ibadah haji atau umrah di Tanah Suci. Secara syariat, ihram bukan hanya sekadar niat, tetapi juga menjadi langkah pertama yang membawa sahabat ke dalam rangkaian ibadah yang penuh makna ini.
Bacaan Niat Mandi ihram
نَوَيْتُ غُسْلَ الِإحرَام سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
“Nawaytu ghuslal ihrāmi sunnatan lilāhi ta’ālā.”
Artinya: “Saya niat mandi ihram sunnah karena Allah SWT.”
Mandi ihram sebenarnya tidak berbeda jauh dengan mandi janabat. Proses dan tata caranya serupa, dan niat di dalam hati sangat penting sebelum memulai.
Mandi ihram ini bukan sekadar ritual pembersihan diri, tetapi juga sebagai bentuk persiapan kita memasuki ibadah dengan niat dan hati yang bersih dengan tata cara yang sesuai
Hal pertama yang dilakukan adalah berniat dengan membaca niat ihram
Selanjutnya membasuh kedua tangan
Setelah itu membersihkan kemaluan menggunakan tangan kiri
Setelah membersihkan detail bagian tersebut maka dilanjutkan dengan dengan wudhu
Hal akhir yang dilakukan adalah membasahkan seluruh tubuh dimulai dari kepala dan dilanjutkan ke bagian badan kanan dan kiri sambil dibersihkan. Dan bilas hingga menyeluruh.
Jadi sahabat, dengan menjalankan mandi ihram ini, kita bersiap membuka lembaran baru untuk mendekatkan diri kepada-Nya dalam setiap langkah ibadah. Semoga setiap niat baik yang kita lakukan membawa keberkahan dan kemudahan dalam perjalanan suci kita.
Salah satu hal penting yang perlu dipersiapkan oleh sahabat yang akan menunaikan ibadah umroh dan haji adalah dam. Apa sih sebenarnya dam itu? Dalam bahasa Arab, dam berarti darah. Sejarahnya, dam adalah proses mengalirkan darah dari hewan yang disembelih, lalu dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.
Nah, dalam konteks ibadah umroh, dam adalah denda atau kompensasi yang perlu dibayar oleh sahabat jika tidak melaksanakan kewajiban umroh atau melakukan pelanggaran selama menjalankan ibadah. Besarannya pun berbeda-beda, tergantung jenis pelanggaran yang dilakukan.
Dam ini bisa dibayar dengan uang atau melakukan tindakan tertentu sesuai dengan kesalahan yang terjadi. Contohnya, jika sahabat mengambil batu dari Masjidil Haram untuk oleh-oleh, dam yang perlu dibayar adalah mengganti batu serupa dan mengembalikannya ke tempat semula. Selain itu, dam juga bisa dibayarkan dengan menyembelih hewan kurban yang kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin di tanah suci.
Bayar Dam Sebagai Kewajiban Jamaah atas Kesalahan dan Pelanggaran
Bayar dam saat umroh adalah bagian dari tanggung jawab yang sahabat perlu tunaikan jika terjadi kesalahan atau pelanggaran selama menjalankan ibadah di Tanah Suci. Setiap jamaah, termasuk sahabat, diharapkan mematuhi aturan dan tata cara yang berlaku selama umroh.
Jika aturan tersebut dilanggar, maka sahabat harus membayar dam sebagai bentuk kompensasi atas pelanggaran tersebut. Selain itu, bayar dam juga membantu sahabat memperbaiki kesalahan dan menyelesaikan kewajiban yang belum terpenuhi. Beberapa hal yang mewajibkan sahabat membayar dam di antaranya adalah:
Sengaja meninggalkan hal-hal yang sudah diperintahkan.
Melakukan hal-hal yang dilarang dalam ihram.
Mengalami kendala seperti sakit keras dalam perjalanan menuju Makkah.
Namun, dam tidak selalu berarti menyembelih hewan. Sahabat juga bisa membayar fidyah, seperti memberikan makanan kepada fakir miskin, berpuasa, atau bersedekah.
Hindari Pelanggaran Ihram dengan Memahami Ketentuan Dam
Terdapat empat kategori yang perlu sahabat perhatikan terkait dam: tartib dan taqdir, tartib dan ta’dil, takhyir dan ta’dil, serta takhyir dan taqdir. Makna tartib berarti bahwa sahabat yang melanggar larangan dalam ibadah haji harus membayar denda tertentu, dan tidak bisa menggantinya dengan denda lain kecuali jika sahabat tidak mampu membayarnya. Sementara itu, takhyir memberi kelonggaran untuk memilih denda lain yang setara.
Makna taqdir adalah syariat telah menetapkan denda yang sebanding, baik secara berurutan maupun dengan pilihan, yang artinya jumlah denda telah diatur, tidak boleh lebih atau kurang. Sedangkan ta’dil berarti syariat mengarahkan sahabat untuk mencari denda lain dengan nilai yang setara berdasarkan harga.
Berikut penjelasan dari keempat kategori dam atau denda tersebut:
1. Tartib dan Taqdir
Sahabat diwajibkan menyembelih seekor kambing. Jika sahabat tidak mampu atau tidak menemukan kambing, sahabat bisa menggantinya dengan berpuasa selama 10 hari, di mana 3 hari dilakukan saat menjalankan ibadah haji, dan 7 hari sisanya di kampung halaman. Jika sahabat tidak sanggup berpuasa, baik karena alasan kesehatan atau alasan syar’i lainnya, sahabat dapat menggantinya dengan membayar 1 mud/hari (setara 675 gram atau 0,7 liter) senilai makanan pokok.
Denda ini berlaku bagi sahabat yang melaksanakan haji tamattu’, haji qiran, atau yang melakukan beberapa pelanggaran wajib haji, seperti: tidak berniat (ihram) dari miqat makani, tidak mabit di Muzdalifah atau Mina tanpa alasan syar’i, tidak melontar jumrah, atau tidak melakukan tawaf wada’.
2. Tartib dan Ta’dil
Jika sahabat melakukan hubungan suami istri sebelum tahallul awal dalam ibadah haji, atau sebelum menyelesaikan rangkaian umrah, denda yang dikenakan adalah menyembelih seekor unta. Jika sahabat tidak mampu, maka bisa diganti dengan menyembelih sapi, atau jika masih tidak mampu, bisa menyembelih 7 ekor kambing. Bila sahabat tetap tidak mampu, denda bisa digantikan dengan memberi makan fakir miskin senilai harga unta. Jika masih tidak memungkinkan, sahabat bisa berpuasa sejumlah mud (1 mud = 675 gram) yang setara dengan harga unta.
Denda ini harus dibayar sejak pelanggaran terjadi, tetapi semua rangkaian ibadah haji atau umrah tetap harus diselesaikan. Namun, sahabat wajib mengulang ibadah haji atau umrah karena tidak sah.
Jika sahabat tertahan atau terhalang melaksanakan haji setelah berihram, denda yang dikenakan adalah menyembelih seekor kambing dan mengguntik rambut sebagai tahallul. Jika sahabat tidak mampu, denda bisa digantikan dengan memberi makan fakir miskin senilai harga kambing atau berpuasa sesuai jumlah mud yang setara dengan harga kambing.
3. Takhyir dan Ta’dil
Denda ini berlaku jika sahabat berburu atau membunuh binatang buruan di Tanah Haram setelah berihram, atau menebang pohon di Tanah Haram Mekkah (kecuali pohon yang sudah kering). Sahabat dapat memilih salah satu dari denda berikut: menyembelih binatang yang sebanding dengan binatang buruan; memberi makan fakir miskin di Mekkah senilai binatang buruan; atau berpuasa sesuai jumlah mud yang setara dengan harga binatang tersebut.
4. Takhyir dan Taqdir
Jika sahabat mencabut, membuang, atau menggunting rambut atau bulu tubuh; memakai pakaian terlarang saat ihram; atau mengecat/memotong kuku dan menggunakan wewangian, sahabat bisa memilih salah satu denda ini: menyembelih seekor kambing, bersedekah kepada 6 orang fakir miskin (masing-masing 2 mud), atau berpuasa 3 hari.
Untuk pelanggaran yang lebih serius seperti hubungan suami istri setelah tahallul awal, dendanya bisa berupa menyembelih seekor unta, bersedekah senilai harga unta, atau berpuasa sesuai jumlah mud makanan yang setara dengan harga unta.
Penjelasan ini diambil dari kitab Al-Majmu’ ala Syarhil Muhadzab karya Imam An-Nawawi, yang mengutip pendapat Imam Rafi’i terkait denda bagi jamaah yang melanggar larangan ihram.
Berihram adalah salah satu rukun penting dalam ibadah haji. Rukun haji sendiri adalah serangkaian amalan yang wajib dilakukan dan tidak bisa digantikan oleh amalan lain, meskipun dengan membayar dam. Jika salah satu rukun ini dilewatkan, maka ibadah haji sahabat dianggap tidak sah.
Oleh karena itu, penting sekali bagi sahabat untuk memahami setiap langkah dalam berihram, mulai dari niat hingga tata cara pelaksanaannya. Dengan menjalankan rukun haji ini dengan baik, sahabat akan semakin dekat untuk meraih haji yang mabrur. Pastikan juga sahabat mempersiapkan diri dengan baik sebelum memulai perjalanan suci ini, agar semua amalan bisa dilakukan dengan sempurna.
Memahami Larangan Dan Hal Penting yang Harus Jamaah Hindari
Dalam menjalankan ibadah haji dan umrah, sahabat perlu memahami bahwa setelah berniat ihram, beberapa larangan mulai berlaku. Proses ini ditandai dengan mengenakan pakaian ihram, berangkat dari miqat, dan berniat untuk ber-ihram.
Sahabat yang telah melakukan ini disebut “muhrim”. Istilah “ihram” sendiri berasal dari kata “haram,” yang artinya terlarang. Secara bahasa, ihram bermakna menahan diri dari hal-hal yang dilarang.
Beberapa larangan ihram yang harus sahabat perhatikan antara lain:
Mengenakan pakaian berjahit,
Memakai tutup kepala bagi laki-laki,
Menutup wajah bagi perempuan,
Mengurai rambut,
Mencukur atau mencabut rambut di kepala maupun tubuh,
Memotong kuku,
Memakai wangi-wangian,
Membunuh binatang buruan,
Memotong pohon atau mencabut rumput,
Melangsungkan akad nikah,
Melakukan hubungan badan.
Panduan Pakaian Ihram, Aturan untuk Jamaah Pria dan Wanita
Untuk jamaah pria, pakaian ihram terdiri dari dua lembar kain yang tidak berjahit. Satu lembar untuk menutup bagian bawah, mulai dari pusar hingga setengah betis, dan satu lembar lagi untuk bagian atas. Jika cuaca terasa dingin, terutama bagi sahabat yang berusia lanjut atau memiliki kondisi fisik yang kurang kuat, penutup bagian atas boleh dirangkap dengan dua lembar kain agar lebih hangat.
Saat thawaf atau mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, sahabat pria harus membuka pundak kanan. Namun, sebelum dan sesudah thawaf, kedua pundak harus tetap tertutup. Bagi jamaah perempuan, pakaian ihram adalah yang berjahit, menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Semoga dengan menjaga serta memahami rukun dan larangan berihram, ibadah haji sahabat berjalan lancar dan diterima oleh Allah. Persiapan yang matang dan pemahaman yang baik akan membantu sahabat menjalani setiap tahap dengan penuh keikhlasan.